This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 19 April 2015

Cinta yang Tak Kunjung Tergapai
Oleh : iwan
Disini aku termenung sendiri
Meratapi nasib yang dirundung kemalangan
Kemalangan akan cinta yang tak kunjung datang
Datang menjemput hati yang tengah kesepian ini
Bayangan dirimu  selalu datang dalam hidupku
Bila bayangan itu datang
Musik merdu dari gesekan pohon bambu
Membuaikan kerinduanku padamu
Kulik elang ditangah hari
Menghidupkan irama kepadaku yang dirundung cinta
Desir air mengalir dibelakang rumahku
Mengalirkan semangat harapanku kepadamu
Alangkah tersiksanya diriku ini tak bisa memilikimu
Banyangan dirimu tak pernah hilang dari hidupku
Jikalau aku menikmati keindahan alam
Disitu pula keindahan dirimu tergambar
Jikalau matahari terbenam disitulah aku menyaksikan keindahan senja sore hari
Tanpa mata ini tertutup sekalipun karna disitulah terukir wajahmu yang begitu indah
Didunia ini aku hanya hidup merindu kepadamu
Kau yang telah kenalkan kepadaku keindahan didunia ini
Kaulah yang mendorong aku kepada lautan cinta
Setelah aku berusaha berenang ketepi kebahagian
Engkau malah pergi meninggalkan aku

Membiarkan aku tenggelam dalam kepedihan cinta 
PETANI TUA
oleh : iwan

Melihatmu dalam kamar pembaringanmu
Jiwaku terasa ingin menangisi jiwamu
Kini kau tak mampu lagi berdiri tegak seperti dulu
Aku tak sanggup pergi meninggalkanmu
Walau Kaki ini terasa berat melangkah pergi
Namun tuntutan ekonimi memaksaku untuk pergi
Melihatmu baring tak berdaya
Aku teringat masa kecilku
Waktu itu tubuhmu masih kuat berdiri
Aku teringat tiap hari engkau turun kesawah tanpa kata mengeluh
Engkau menggarap sawahmu tanpa kata menyerah
Walau panas menemanimu sepanjang hari
Engkau tak mau berhenti dari pekekrjaanmu…
Demi kelansungan hidup keturunanmu
Kakek ..
Engkau melepas aku pergi meninggalkanmu..
Dengan tangisan dari dalam hatimu
Seakan –akan engkau tak bias melihatku lagi
Saat hembusan nafas terakhirmu didunia ini
Kakek..
maafkanlah aku karna tak  menemani sisa-sisa hidupmu
Semoga tuhan mempertemukan kita
Saat ajal akan menjemputmu




GUGURAN BUNGA
oleh: iwan

Malam berganti malam
Suara makhlup malam telah bernyanyi
Musim berganti musim
Guguran bunga telah berlalu
Kini bunga baru telah tumbuh
Hidup telah kujalani
Namun keaadaan masih begini saja
Kaum bawah semakin tertindas
Kemiskinan semakin tak terbendung
Guguran bunga…
Menghasilkan bunga baru
Kemiskinan…
Melahirkan kemiskinan baru
Ada apa dengan dunia sekarang ini…
Pemimimpin yang mestinya memikiakan rakyatnya
Malah bersenang-senang dengan kekayaannya
Tanpa memikirkan rakyat yang dipimpinnya
Pihak keaamanan harusnya melindungi rakyat yang tak bersalah
Malah melindungi para pencuri berdasi
Sadarlah kalian para kaum elit
Sudah cukup kau menindas kami
Karna kami tak selamanya akan diam
Melihat tingkah lakumu yang tak kunjung berubah
Maka kami akan tumbuh melawan dan menghancurkanmu

Dari singga sana kekuasaanmu

Sabtu, 04 April 2015

Kami  Butuh Pendidikan Budaya Kritis Pak...!


Pada dasarnya masyarakat Indonesia sejak masa kolonial telah melakukan penolakan arus kekuatan global yang membawa faham kolonialismenya. Penjajahan dengan misi penguasaan politik dan ekonomi, disadari sebagai bentuk penindasan dan peminggiran akan hak-hak sebagai manusia yang bebas. Kekuatan-kekuatan lokal yang digalang oleh para pejuang dengan bangunan sosial budaya yang menjadi identitas diri kehidupan masyarakat mampu menjadi alat untuk menolak penjajah dan globalisasi ketika itu. Kekuatan global yang sekarang berubah bentuk menjadi wajah menarik, yaitu pola hidup modern yang diwujudkan dengan budaya konsumtif, pergaulan bebas, hedonistik, dan individualis, membawa masyarakat terlena dan tidak terasa bahwa dirinya sedang mengalami penjajahan yang lebih dahsyat. Jangkauan  informasi dan teknologi sampai ke wilayah yang paling dalam dan paling individual mempengaruhi pola hidup manusia sampai pada tingkat mengkhawatirkan. Manusia  tidak faham bahwa dirinya memasuki wilayah tatanan kehidupan yang sama sekali  bukan milik dirinya. Hal seperti ini pula mulai merasuki masyarakat kota Bone ditandai dengan masuknya produk-produk kapitalisme seperti kfc,indomart,PS,Hotel mewah yang dibalik semua itu masuk pula budaya barat yang tanpa kita sadari akan menghancurkan budaya kita. Bone kental akan budaya yang kokoh mulai dari siri’,pangadereng,gotong royong,sopan dan memiliki jiwa kepemimpinan yang peduli rakyat tapi semua itu hampir hilang ditandai dengan banyaknya gadis hamil diluar nikah,budaya gotong royong semakin jarang kita ketemui.  Kita mesti bangkit melawan budaya dari luar yang mengancam budaya kita jangan pernah tertipu akan kemewahan yang mereka bawa.

Proses yang dapat dilakukan dalam mengokohkan kekuatan lokal tersebut melalui pendidikan kritis. Pendidikan masyarakat yang selama ini sudah terbangun melalui pesantren, kyai, ajengan, dan tokoh-tokoh lokal ternyata memiliki daya ampuh untuk mengimbangi kekuatan luar. Oleh sebab itu, perlu dibangun terus kekuatan-kekuatan lokal tersebut dengan pendidikan yang membebaskan meskipun tetap membuka diri dengan kemajuan tetapi tidak terpengaruh dengan arus budaya kapitalis yang secara laten memiliki agenda menjajah dan menindas.

Pada saat yang sama ideologi konsumerisme/berpoyah-poyah juga didesakkan oleh kekuasaan luar biasa dari bisnis periklanan dalam bentuk logo, merek, dan label, dibawah sadar menanamkan prinsip ‘kenikmatan-gengsi-kemewahan’ pada banyak individu.  Sehingga dengan demikian globalisasi tidak saja terjadi dalam skala makro, dalam rupa berbagai tata kebijakan ekonomi politik global yang dipaksanakan pada kebijakan publik melalui tiga ‘matra sakti’: deregulasi-privatisasi-liberalisasi. Tetapi, globalisasi juga terjadi dalam skala mikro individu manusia, yang disuntikkan ke dalam berbagai pilihan individu yang merujuk pada ragam budaya, identitas, dan gaya hidup global. Meskipun hakekatnya adalah pemaksaan untuk memilih keseragamaan budaya, identitas, dan gaya hidup. Seperti gaya hidup mengkonsumsi makanan cepat saji ala Amerika, McDonal, KFC, Pizza Hut, A&W, gaya musik ala MTV, dan gaya busana ala Barat. Untuk menolak dan melawan kekuatan neoliberalisme/paham kebebasan baru memang tidak mudah. Hal ini karena kekuatan neoliberal mampu memasuki relung-relung hati, perasaan, dan pikiran manusia, disamping mereka menguasai sistem politik, ekonomi dan teknologi. Neoliberalisme dengan konsep konsumerismenya lebih menarik ketimbang konsep kelompok-kelompok yang melawan dan meloknya. Oleh sebab itu, pola efektif apa yang dibangun dalam rangka mencegah dan melawan kekuatan neoliberal tersebut.

            Pendidikan memang merupakan alternatif pertama dan utama untuk membangun kesadaran masyarakat atas keterjajahan diri oleh orang lain. Hanya masalahnya selama ini justru pendidikan tidak pernah terbebas dari kepentingan politik. Pendidikan tidak bisa terbebaskan dari upaya untuk melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan sistem sosial ekonomi. Sehingga pendidikan cenderung sebagai sarana untuk memproduksi sistem dan struktur sosial yang tidak adil. Oleh sebab itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang justru membebaskan masyarakat dari dominasi kekuasaan dan ketidakadilan. Pendidikan yang memproduksi sistem kesadaran kritis, seperti menumbuhkan kesadaran kelas, kesadaran gender, dan kesadaran lainnya. Sehingga pendidikan diharapkan akan menghasilkan sebuah gerakan untuk melawan dehumanisasi, eksploitasi kelas, dominasi gender, dan dominasi serta hegemoni budaya lainnya. Pendidikan merupakan sarana untuk memproduksi kesadaran diri dan mengembalikan  kemanusiaan manusia. Dalam hal ini pendidikan berperan membangkitkan kesadaran kritis sebagai prasyarat upaya untuk pembebasan. Kesadaran, menurut Paulo Freire (1986), terdapat tiga golongan yaitu: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naif (naivalconsciousness), dan kesadaran kritis (critical consciousness).

            Perlu dibangun visi kritis pendidikan terhadap sistem yang dominan sebagai pemihakan kepada yang lemah dan tertindas. Sehingga pendidikan mampu menciptakan sistem sosial baru dan lebih adil. Dalam perspektif kritis pendidikan harus menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain pendidikan adalah memanusiakan kembali manusia yang mengalami ‘dehumanisasi’ karena sistem dan struktur yang tidak adil. Oleh sebab itu, pola-pola pendidikan yang dapat diterapkan dalam hal ini adalah pola pendidikan andragogi (pendidikan untuk orang dewasa) yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan lingkungan masyarakat.

            Oleh karena itu dibutuhkan paradigma kritis dalam proses pendidikan. Yaitu paradigma yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang berpihak kepada peserta didik untuk mampu bangkit membangun kesadaran sosial, sehingga mampu bangkit untuk melakukan transformasi sosial. Pendidikan yang demikian ini harus dibangun relasi lingkungan dan penciptaan sistem prasarana penyelenggaraan pendidikan yang demokratis. Dalam sistem prasaran yang otoriter dan tidak demokratis, sulit bagi pendidik untuk memerankan peran kritisnya. Dengan demikian langkah strategis terpeniting adalah menciptakan proses belajar yang otonom dan partisipatoris dalam pengembangan kurikulum, dan penciptaan ruang bagi proses belajar bagi perserta didik untuk menjadi diri mereka sendiri. Dengan demikian setiap pendidikan adalah otonom dan unik untuk menjadi diri mereka sendiri. Jika demokratisasi pendidikan terjadi, maka akan melahirkan masyarakat yang otonom dan demokratis pula. Akhirnya masyarakat yang demokratis akan menyumbangkan lahirnya bangsa yang demokratis




Sebuah Rasa
oleh: irwansyah

Aku hanya tersipu malu...
Saat dirimu dihadapku
Aku hanya bisa memendam rasa
Saat ingin mengungkap cinta untukmu...
Mutiaraku...
Rasa takut ini tak mau pergi
Aku takut akan kehilangan dirimu
Aku ingin menjadi pelengkap hidupmu
tapi sayang tak ada keberanian untuk itu
Mutiaraku...
Hanya perhatian tulus dariku
Aku harap dirimu mengerti
Aku tak mau jadi bibir pantai
yang memecah keindahan ombak lautan
Aku tak mau hanya menjadi pelipur lara
jikala dirimu dalam kesedihan
tapi Ijinkanlah aku jadi pelindungmu
saat dirimu dalam bahaya
Ijinkan aku jadi tongkat kokoh
saat kau tak mampu lagi berdiri
Ijinkan aku jadi boneka kesayangmu
Saat dirimu tertidur lelap
Mutiaraku...
Aku ingin menjadi pendamping hidupmu
Sampai aku tak mampu lagi bernapas.
Lewat goresan pena ini aku curahkan  harapan besar
Aku harap dirimu mengerti....



Mahasiswa dalam Cengkraman Kuasa Totaliter Birokrasi
Oleh: Iwan
 
                Pada hakikatnya perguruan tinggi merupakan wacana yang didalamnya memiliki sikap ilmiah, objektifitas, kritis, dan kebebasan berfkir menjadi pondasi bagi perkembangannya. Bagi saya hal seperti itu sudah menjadi dongeng belaka ketika system kekuasaan telah memangsanya, sekarang yang ada hanyalah mahasiswa yang tunduk pada system kekuasaan totaliter birokrasi. Hanya segelintir mahasiswa yang berani bangkit melawan kekuasaan itu, tetapi lambat laun akan tunduk pula pada system kekuasaan tersebut. Mereka takut akan ancaman sanksi D.O, Scorsing, dan IPK rendah, yang bertahan akan merasa kesepian bahkan gila melihat realitas dalam dunia kampus.
                Ketika perguruan tinggi menjadi bagian dari sistem kekuasaan totaliter baik itu kepentingan politik maupun ekonomi maka akan menjelma menjadi institusi total. Sebagaimana yang dikatakan oleh Erving Goffmandalambukunya Asylum: Institusi total adalah sebuah institusi yang mengendalikan secara total waktu, minat, dan perhatian orang-orang didalamnya dengan mengondisikan mereka untuk hidup didalam dunia yang diciptakan untuk mereka. Pendidikan seperti inilah yang dikonsumsi dimana mahasiswa dikuasai secara total,misalnya bentuk hubungan social kita dengan dunia luar dipagari, gerak-gerik dan tingkah laku kita dibatasi dengan aturan-aturan, cara berfikir dan jalan pikiran kita diarahkan, nilai-nilai kehidupan serta ideologi kita diseragamkan oleh birokrasi melalui kurikulum yang berlaku. .
Mahasiswa sekarang dianggap kaum mayoritas primitif yang mesti diatur, dididik, diberi petunjuk, dan pedoman hidup. Hal ini dilakukan oleh kaum elit seperti staf (Dosen,Rektor,serta jajarannya). Didalam wacana seperti ini mahasiswa dipaksa hidup dan tunduk pada system birokrasi dan dibersihkan dari ideologi luar yang dianggap mengancam kekuasaan totaliter birokrasi. Dalam hal ini dosen memposisikan dirinya sebagai superior serba tahu dan paling benar sedangkan mahasiswa dianggap inferior, lemah, bersalah, harus diluruskan, serta diberi petunjuk jika ada mahasiswa yang menantang dan mempertahankan pendapatnya akan dikeluarkan dari kelas. Dalam hal ini mahasiswa dipaksa menerima apa yang diberikan dosen sebagai satu-satunya kebenaran.
Perguruan tinggi yang dikuasai oleh system totaliter menghasilkan lulusan tubuh tanpa pikiran, tanpa daya kritis dan daya kreativitas karena pikiran dan daya kreativitas mahasiswa telah di program, diseragamkan, dan distandarisasi.
                Didalam lembaga perguruan tinggi bagian dari sebuah institusi total, pihak birokrasi melakukan berbagai cara untuk menciptakan kepatuhan total terhadap kekuasaannya seperti pengawasan ketat, dan dikontrol dalam ruang kekuasaan. Cara seperti ini mengingatkan saya terhadap konsep Michel Foucault tentang panopticon sebagaimana yang dijelaskan oleh Foucault dalam bukunya Discipline and Punish:TheBrith Of The Prison, panopticon adalah sebuah mekanisme dan ruang yang didalamnya terjadi proses pengawasan berdasarkan sebuah relasi kekuasaan. Mekanisme seperti inilah yang menghantui mahasiswa selama ini sampai mereka sadar terus menerus dipantau oleh menara panopticon sehingga gerak-gerik mahasiswa secara cepat diketahui oleh birokrasi sampai akhirnya mahasiswa takut akan sanksi yang diberlakukan jika melakukan gerak perlawanan atau pembangkangan dari sistem kekuasaan totaliter birokrasi.
                Sekarang perguruan tinggi hanyalah sebuah alat untuk mendominasi, menanamkan pengaruh, dan kepatuhan. Artinya perguruan tinggi hanyalah sarana untuk memaksakan dominasi oleh penguasa (rektor maupun dosen) wacana seperti ini telah mematikan wacana lainnya yang pluralistik, dengan bentuk sifat, dan karakter yang beranekaragam. Pelencengan sejarah, pelarangan ajaran, pemaksaan makna dan dominasi kebenaran adalah bentuk dari perguruan tinggi yang hegemoni. Salah satu bentuk hegemoni ini perguruan tinggi sebagai alat pembangunan atau pun sebagai mesin pembangunan. Jika system perguruan tinggi seperti ini dipertahankan maka hanya akan menghasilkan manusia sebagai robot-robot industri dan ekonomi kapitalistik.
                Sebuah harapan bagi saya semoga system pendidikan perguruan tinggi seperti ini musnah sampai ke akar-akarnya. Mitos mengenai perguruan tinggi sebagai pintu gerbang kearah gelar, pekerjaan yang baik, kearah status social, dan kekayaan material jangan diperdengarkan lagi pada generasi selanjutnya dan harus diganti dengan kepastian yang sesuai dengan perkembangan masyarakat didalam millennium ketiga (anarkisme). Kebiasaan mental seperti mencari jalan pintas, tidak kompetitif, mencari status harus juga diganti dengan kebiasaan-kebiasaan mental baru yang dapat mendukung sebuah system pendidikan masa depan yang lebih baik tanpa dominasi kebenaran dari pihak birokrasi dan nantinya perguruan tinggi menciptakan lulusan yang tidak bergantung pada pekerjaan yang ada tapi mampu menciptakan pekerjaan yang baru untuk masyarakat.

Jumat, 03 April 2015

TERTULIS UNTUKMU
OLEH: IRWANSYAH
Mendengarnya aku bahagia….
Menatapnya aku damai….
Memikirnya aku tenang….
Di depanmu aku malu
Tapi sejatinya mau
Dihadapmu aku menipu
Tapi sejatinya pula jujur
Aku bagai pengembara yang mencari arah
Arah menuju singgasana kedamaian hati
Aku tak mau hanya menjadi senja
Yang begitu saja terlupa dipenghujung hari
Ataupun sekedar guguran bunga
Ketika musim datang berganti
Aku ingin menjadi pelangi seusai hujan pergi
Aku ingin menjadi bintang ketika bulan
Tak sanggup lagi berjanji
Adinda…
Inilah aku dengan segala kekuranganku
Hadir dihadapmu dengan kesungguhan hati
Mungkin bukanlah bunga pertama
Tapi akan menjadi yang terakhir