Mahasiswa dalam Cengkraman
Kuasa Totaliter Birokrasi
Oleh: Iwan
Pada hakikatnya perguruan tinggi merupakan wacana yang didalamnya
memiliki sikap ilmiah, objektifitas, kritis, dan kebebasan berfkir menjadi
pondasi bagi perkembangannya. Bagi saya hal seperti itu sudah menjadi dongeng
belaka ketika system kekuasaan telah memangsanya, sekarang yang ada hanyalah mahasiswa yang tunduk pada system
kekuasaan totaliter birokrasi. Hanya segelintir mahasiswa yang berani bangkit
melawan kekuasaan itu,
tetapi lambat laun akan tunduk pula pada system kekuasaan tersebut.
Mereka takut akan ancaman sanksi D.O, Scorsing, dan IPK rendah, yang bertahan akan merasa kesepian bahkan
gila melihat realitas dalam dunia kampus.
Ketika
perguruan tinggi menjadi bagian dari sistem kekuasaan totaliter baik itu kepentingan
politik maupun ekonomi maka akan menjelma menjadi institusi total. Sebagaimana
yang dikatakan
oleh Erving Goffmandalambukunya Asylum: Institusi total adalah sebuah institusi yang mengendalikan secara total
waktu, minat, dan
perhatian orang-orang didalamnya dengan mengondisikan mereka untuk hidup didalam
dunia yang diciptakan untuk mereka. Pendidikan seperti inilah yang dikonsumsi dimana mahasiswa dikuasai secara total,misalnya
bentuk hubungan social kita dengan dunia luar dipagari, gerak-gerik dan tingkah laku kita dibatasi
dengan aturan-aturan, cara berfikir dan jalan pikiran kita diarahkan, nilai-nilai kehidupan serta ideologi kita diseragamkan oleh
birokrasi melalui kurikulum yang berlaku. .
Mahasiswa sekarang dianggap kaum mayoritas
primitif yang mesti diatur, dididik, diberi petunjuk, dan pedoman hidup. Hal ini dilakukan oleh kaum elit seperti staf (Dosen,Rektor,serta jajarannya). Didalam
wacana seperti ini mahasiswa dipaksa hidup dan tunduk pada system birokrasi dan
dibersihkan dari ideologi
luar yang dianggap mengancam kekuasaan totaliter birokrasi. Dalam
hal ini dosen memposisikan dirinya sebagai superior serba tahu dan paling
benar sedangkan mahasiswa dianggap inferior, lemah, bersalah, harus diluruskan, serta diberi petunjuk
jika ada mahasiswa yang menantang dan mempertahankan pendapatnya akan dikeluarkan dari kelas. Dalam hal ini mahasiswa
dipaksa menerima apa yang diberikan dosen sebagai satu-satunya kebenaran.
Perguruan tinggi yang dikuasai oleh
system totaliter menghasilkan lulusan tubuh tanpa pikiran, tanpa daya kritis dan
daya kreativitas karena pikiran dan daya kreativitas mahasiswa telah di program, diseragamkan, dan distandarisasi.
Didalam
lembaga perguruan tinggi bagian dari sebuah institusi total, pihak birokrasi melakukan
berbagai cara untuk menciptakan kepatuhan total terhadap kekuasaannya seperti pengawasan
ketat, dan dikontrol dalam ruang kekuasaan. Cara seperti ini mengingatkan saya terhadap
konsep Michel Foucault tentang panopticon sebagaimana yang dijelaskan oleh Foucault
dalam bukunya Discipline and
Punish:TheBrith Of The Prison, panopticon adalah sebuah mekanisme dan ruang
yang didalamnya terjadi proses pengawasan berdasarkan sebuah relasi kekuasaan.
Mekanisme seperti inilah yang menghantui mahasiswa selama ini sampai mereka sadar
terus menerus dipantau oleh menara panopticon sehingga gerak-gerik mahasiswa secara
cepat diketahui oleh birokrasi sampai akhirnya mahasiswa takut akan sanksi yang diberlakukan jika melakukan gerak
perlawanan atau pembangkangan dari sistem kekuasaan totaliter birokrasi.
Sekarang
perguruan tinggi hanyalah sebuah alat untuk mendominasi, menanamkan pengaruh, dan
kepatuhan. Artinya perguruan tinggi hanyalah sarana untuk memaksakan dominasi oleh
penguasa (rektor
maupun dosen) wacana seperti ini telah mematikan wacana lainnya yang pluralistik, dengan bentuk sifat, dan karakter
yang beranekaragam. Pelencengan sejarah, pelarangan ajaran, pemaksaan makna dan
dominasi kebenaran adalah bentuk dari perguruan tinggi yang hegemoni. Salah
satu bentuk hegemoni ini perguruan tinggi sebagai alat pembangunan atau pun sebagai
mesin pembangunan. Jika system perguruan tinggi seperti ini dipertahankan maka hanya
akan menghasilkan manusia sebagai robot-robot industri dan ekonomi kapitalistik.
Sebuah
harapan bagi saya semoga system pendidikan perguruan tinggi seperti ini musnah sampai
ke akar-akarnya. Mitos mengenai perguruan tinggi
sebagai pintu gerbang kearah gelar, pekerjaan yang baik, kearah status social, dan kekayaan material
jangan diperdengarkan lagi pada generasi selanjutnya dan harus diganti dengan kepastian
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat didalam millennium ketiga
(anarkisme). Kebiasaan mental seperti mencari jalan pintas, tidak kompetitif, mencari
status harus juga diganti dengan kebiasaan-kebiasaan mental baru yang dapat mendukung
sebuah system pendidikan masa depan yang lebih baik tanpa dominasi kebenaran dari
pihak birokrasi dan nantinya perguruan tinggi menciptakan lulusan yang tidak bergantung
pada pekerjaan yang ada tapi mampu menciptakan pekerjaan yang baru untuk masyarakat.







0 komentar:
Posting Komentar