Sabtu, 04 April 2015



Mahasiswa dalam Cengkraman Kuasa Totaliter Birokrasi
Oleh: Iwan
 
                Pada hakikatnya perguruan tinggi merupakan wacana yang didalamnya memiliki sikap ilmiah, objektifitas, kritis, dan kebebasan berfkir menjadi pondasi bagi perkembangannya. Bagi saya hal seperti itu sudah menjadi dongeng belaka ketika system kekuasaan telah memangsanya, sekarang yang ada hanyalah mahasiswa yang tunduk pada system kekuasaan totaliter birokrasi. Hanya segelintir mahasiswa yang berani bangkit melawan kekuasaan itu, tetapi lambat laun akan tunduk pula pada system kekuasaan tersebut. Mereka takut akan ancaman sanksi D.O, Scorsing, dan IPK rendah, yang bertahan akan merasa kesepian bahkan gila melihat realitas dalam dunia kampus.
                Ketika perguruan tinggi menjadi bagian dari sistem kekuasaan totaliter baik itu kepentingan politik maupun ekonomi maka akan menjelma menjadi institusi total. Sebagaimana yang dikatakan oleh Erving Goffmandalambukunya Asylum: Institusi total adalah sebuah institusi yang mengendalikan secara total waktu, minat, dan perhatian orang-orang didalamnya dengan mengondisikan mereka untuk hidup didalam dunia yang diciptakan untuk mereka. Pendidikan seperti inilah yang dikonsumsi dimana mahasiswa dikuasai secara total,misalnya bentuk hubungan social kita dengan dunia luar dipagari, gerak-gerik dan tingkah laku kita dibatasi dengan aturan-aturan, cara berfikir dan jalan pikiran kita diarahkan, nilai-nilai kehidupan serta ideologi kita diseragamkan oleh birokrasi melalui kurikulum yang berlaku. .
Mahasiswa sekarang dianggap kaum mayoritas primitif yang mesti diatur, dididik, diberi petunjuk, dan pedoman hidup. Hal ini dilakukan oleh kaum elit seperti staf (Dosen,Rektor,serta jajarannya). Didalam wacana seperti ini mahasiswa dipaksa hidup dan tunduk pada system birokrasi dan dibersihkan dari ideologi luar yang dianggap mengancam kekuasaan totaliter birokrasi. Dalam hal ini dosen memposisikan dirinya sebagai superior serba tahu dan paling benar sedangkan mahasiswa dianggap inferior, lemah, bersalah, harus diluruskan, serta diberi petunjuk jika ada mahasiswa yang menantang dan mempertahankan pendapatnya akan dikeluarkan dari kelas. Dalam hal ini mahasiswa dipaksa menerima apa yang diberikan dosen sebagai satu-satunya kebenaran.
Perguruan tinggi yang dikuasai oleh system totaliter menghasilkan lulusan tubuh tanpa pikiran, tanpa daya kritis dan daya kreativitas karena pikiran dan daya kreativitas mahasiswa telah di program, diseragamkan, dan distandarisasi.
                Didalam lembaga perguruan tinggi bagian dari sebuah institusi total, pihak birokrasi melakukan berbagai cara untuk menciptakan kepatuhan total terhadap kekuasaannya seperti pengawasan ketat, dan dikontrol dalam ruang kekuasaan. Cara seperti ini mengingatkan saya terhadap konsep Michel Foucault tentang panopticon sebagaimana yang dijelaskan oleh Foucault dalam bukunya Discipline and Punish:TheBrith Of The Prison, panopticon adalah sebuah mekanisme dan ruang yang didalamnya terjadi proses pengawasan berdasarkan sebuah relasi kekuasaan. Mekanisme seperti inilah yang menghantui mahasiswa selama ini sampai mereka sadar terus menerus dipantau oleh menara panopticon sehingga gerak-gerik mahasiswa secara cepat diketahui oleh birokrasi sampai akhirnya mahasiswa takut akan sanksi yang diberlakukan jika melakukan gerak perlawanan atau pembangkangan dari sistem kekuasaan totaliter birokrasi.
                Sekarang perguruan tinggi hanyalah sebuah alat untuk mendominasi, menanamkan pengaruh, dan kepatuhan. Artinya perguruan tinggi hanyalah sarana untuk memaksakan dominasi oleh penguasa (rektor maupun dosen) wacana seperti ini telah mematikan wacana lainnya yang pluralistik, dengan bentuk sifat, dan karakter yang beranekaragam. Pelencengan sejarah, pelarangan ajaran, pemaksaan makna dan dominasi kebenaran adalah bentuk dari perguruan tinggi yang hegemoni. Salah satu bentuk hegemoni ini perguruan tinggi sebagai alat pembangunan atau pun sebagai mesin pembangunan. Jika system perguruan tinggi seperti ini dipertahankan maka hanya akan menghasilkan manusia sebagai robot-robot industri dan ekonomi kapitalistik.
                Sebuah harapan bagi saya semoga system pendidikan perguruan tinggi seperti ini musnah sampai ke akar-akarnya. Mitos mengenai perguruan tinggi sebagai pintu gerbang kearah gelar, pekerjaan yang baik, kearah status social, dan kekayaan material jangan diperdengarkan lagi pada generasi selanjutnya dan harus diganti dengan kepastian yang sesuai dengan perkembangan masyarakat didalam millennium ketiga (anarkisme). Kebiasaan mental seperti mencari jalan pintas, tidak kompetitif, mencari status harus juga diganti dengan kebiasaan-kebiasaan mental baru yang dapat mendukung sebuah system pendidikan masa depan yang lebih baik tanpa dominasi kebenaran dari pihak birokrasi dan nantinya perguruan tinggi menciptakan lulusan yang tidak bergantung pada pekerjaan yang ada tapi mampu menciptakan pekerjaan yang baru untuk masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar